Assiry Art dalam Liputan

Kerajinan Kaligrafi

spesialis kerajinan kaligrafi dan lukisan kaligrafi.
Kami membuat kerajinan kaligrafi dari bahan bordir,
fiber, kanvas, kuningan, tembaga, kayu, dll.
Silahkan melihat hasil karya kami ,
suatu kebanggaan bila karya kami dapat menghiasi ruangan anda.

assirykerajinankaligrafi.comadalah buah karya dari Muhammad Assiry , seorang seniman dari kota Kudus. Sudah banyak masjid/musholla, gedung, maupun kediaman pribadi yang sudah tersentuh goresan tangannya. Sudah banyak pula rumah atau gedung yang berhias kerajinan kaligrafi hasil karyanya.

Melalui gubug online ini, kami berharap bisa memberi inspirasi anda dan dengan senang hati kami siap melayani semua kebutuhan akan seni rupa dan kaligrafi, desain artistik, serta beragam produk kerajinan khas Indonesia dengan desain eksklusif.

Berikut ini beberapa jenis kerajinan kaligrafi yang kami tawarkan

Kaligrafi Bordir
Kaligrafi ini ditulis pada selembar kain bludru dengan menggunakan mesin bordir yang digerakkan oleh tangan-tangan terampil. Desain yang digunakan pun sesuai standar kaidah kaligrafi internasional, sehingga menghasilkan karya yang istimewa.

Kerajinan Kaligrafi Fiber
Kaligrafi dan atau kerajinan dari bahan fiber ini lebih menonjolkan unsur-unsur dimensi sehingga menjadikan hasil akhir yang ekslusif, dan tampak indah terpampang di dinding ruangan anda.

Kaligrafi Lukis Kanvas
Melukis adalah salah satu keahlian kami, di tangan kami perpaduan teknik lukisan yang tinggi dengan gaya kaligrafi yang berkaidah menghasilkan karya kaligrafi lukis yang tak perlu diragukan lagi.

Kaligrafi Kuningan
Kuningan dipilih menjadi bahan baku pembuatan kaligrafi ini, karena dengan warna khasnya, kaligrafi kuningan akan terlihat bersahaja. Selain digunakan untuk hiasan masjid, kaligrafi kuningan ini juga sangat cocok berada di dinding rumah anda.

Kaligrafi Lauhah (Tinta)
Kaligrafi lauha (tinta) adalah teknik menulis kaligrafi dengan khandam dan tinta yang dituliskan langsung pada kertas. Teknik ini berkembang pesat di Timur Tengah, dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi.

Kaligrafi Mushaf (Al Quran)
Kaligrafi Mushaf yang dimaksud di sini adalah pembuatan kaligrafi Al Quran lengkap dengan bingkai hiasannya. Atau bisa disebut juga pembuatan Al Quran raksasa, karena ukurannya lebih besar dari Al Quran pada umumnya.

Kaligrafi Tembaga
Selain kaligrafi kuningan, kaligrafi tembaga juga bisa dijadikan alternatif penghias dinding ruangan anda. Dengan warna khas tembaga dapat menjadikan kesan klasik pada kaligrafi tembaga ini.

Kaligrafi Ukir Kayu
Bagi anda yang mempunyai kediaman dengan teknik arsitektur kayu, tentunya akan sangat cocok bila kaligrafi ukir kayu ini menempel di ruangan anda.

Jumat, 21 November 2014

Selamat "Nganggur" Sarjanaku

Assiry gombal Mukiyo, 19 November 2014

SELAMAT "NGANGGUR"SARJANAKU
Assiry gombal Mukiyo, 2014

Pada tahun 2014 ini,  laporan resmi pemerintah menyebutkan 780.000 lulusan diploma dan sarjana berbagai disiplin menjadi pengangguran. Mereka lulus studi namun gagal mendapatkan pekerjaan. Apa yang salah sehingga para sarja kita menganggur?

Pendidikan nasional sampai detik ini masih berorientasi pada konsep kelulusan dengan nilai IPK (indeks penilaian kumulatif) tinggi. Para lulusan telah ditanam cara berpikir bahwa belajar yang baik adalah meraih nilai IPK paling tinggi dan selesai studi cepat.

Nilai IPK tinggi tentu saja tidak salah, namun itu hanya salah satu persyaratan saja bagi para pembelajar di lembaga pendidikan. Sayangnya, tidak sedikit para pengajar menuntut para anak didik meraih nilai IPK tinggi dan selesai cepat saja. Mereka mengabaikan unsur-unsur penting yang sangat dibutuhkan paska kelulusan.

Unsur-unsur penting tersebut adalah kualitas kepemimpinan, kreativitas dan keterampilan. Bagi mahasiswa Nilai IPK tinggi itu penting namun hanya akan bermakna kosong apabila para lulusan tidak memiliki kualitas kepemimpinan. 

Tiga unsur penting tersebut, selain IPK tinggi, membutuhkan interplay antara pengajar dan peserta didik. Peran pengajar, baik guru dan dosen, semestinya mampu memfasilitasi para mahasiswa lulus ber-IPK baik, memiliki kualitas kepemimpinan, kreativitas dan keterampilan lebih.

Sayangnya, masih banyak pengajar yang tidak peduli. Mereka hanya menuntut para peserta didiknya bisa menghafal teori, menyelesaikan tugas kuliah, dan selesai kuliah sesingkatnya. Sikap tersebut selain dipengaruhi regulasi seperti Permendikbud No 49 yang mengharuskan mahasiswa selesai maksimal 5 tahun, juga kepedulian yang kurang melimpah.

Para pengajar merasa cukup datang ke ruang pendidikan, membaca presentasi power point yang harus diingat peserta didik, dan bahkan tidak menawarkan informasi baru. Ujian semester hanya berkisar hafalan, penggunaan rumus-rumus, dan menulis sebagaimana apa yang dikatakan pengajar. Proses ini serupa mesin 'one dimension man' yang melahirkan manusia-manusia robot, tidak hidup kreatif dan berani menciptakan kebaruan.
Kondisi ini harus dijawab oleh pemerintah dengan tidak hanya membanjiri lembaga pendidikan dengan kurikulum. Namun meningkatkan kualitas metode kepengajaran para pengajar, guru dan dosen.

Saya sendiri berjuang melawan peluh dengan mendirikan Pesantren Seni Rupa dan kaligrafi  PSKQ dengan konsep intrepreneurship 
( kewirausahaan),  kemandirian dan mengolah kreatifitas sekaligus menaburi garam estetika dari berbagai olahan media yang ada.
Harapan saya simple, saya ingin kader -kader alumni PSKQ bukan menjadi "sampah" yang terbuang di seonggok keterpurukan karena "nganggur".
Target dan tujuannya adalah mereka para alumni bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan  membuka lapangan pekerjaan tersebut seluas -luasnya.

Malu dung masak sarjana ko "nganggur". Mustinya Jika saya memiliki perguruan tinggi cabang PSKQ Modern entah kapan itu, maka Sarjana -sarjana lulusan Kampus PSKQ Modern tersebut saya pastikan tidak akan diberikan gelar sarjana jika belum bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sebagai sarat pengganti IPK. 
Skripsinya juga bukan membuat semacam tulisan "Copas" mahasiswa -mahasiswa dari kampus lain asal tidak ketahuan. 
Tapi membuat kumpulan karya yang diberikan standar jaminan kualitasnya kemudian "dibukukan" dibuat semacam buku pengganti Skripsi.

Sarat utama untuk menentukan kelulusan dan memberi gelar akademik yang kita sebut (Mas/Mbak  Sarjana) adalah aplikasi ilmunya betul -betul teruji apa tidak.  Soal IPK urusan no 59 karena bisa penting atau tidak, toh faktanya IPK tinggi ternyata bukan jaminan seorang Mahasiswa sukses setelah lulus dan menerima mahkota gelar Sarjana.

Pada tahun 2014 ini, laporan resmi pemerintah menyebutkan 780.000 lulusan diploma dan sarjana berbagai disiplin menjadi pengangguran. Mereka lulus studi namun gagal mendapatkan pekerjaan. Apa yang salah sehingga para sarja kita menganggur?
  Pendidikan nasional sampai detik ini masih berorientasi pada konsep kelulusan dengan nilai IPK (indeks penilaian kumulatif) tinggi. Para lulusan telah ditanam cara berpikir bahwa belajar yang baik adalah meraih nilai IPK paling tinggi dan selesai studi cepat.

Nilai IPK tinggi tentu saja tidak salah, namun itu hanya salah satu persyaratan saja bagi para pembelajar di lembaga pendidikan. Sayangnya, tidak sedikit para pengajar menuntut para anak didik meraih nilai IPK tinggi dan selesai cepat saja. Mereka mengabaikan unsur-unsur penting yang sangat dibutuhkan paska kelulusan.
Unsur-unsur penting tersebut adalah kualitas kepemimpinan, kreativitas dan keterampilan. Bagi mahasiswa Nilai IPK tinggi itu penting namun hanya akan bermakna kosong apabila para lulusan tidak memiliki kualitas kepemimpinan.

Tiga unsur penting tersebut, selain IPK tinggi, membutuhkan interplay antara pengajar dan peserta didik. Peran pengajar, baik guru dan dosen, semestinya mampu memfasilitasi para mahasiswa lulus ber-IPK baik, memiliki kualitas kepemimpinan, kreativitas dan keterampilan lebih.

Sayangnya, masih banyak pengajar yang tidak peduli. Mereka hanya menuntut para peserta didiknya bisa menghafal teori, menyelesaikan tugas kuliah, dan selesai kuliah sesingkatnya. Sikap tersebut selain dipengaruhi regulasi seperti Permendikbud No 49 yang mengharuskan mahasiswa selesai maksimal 5 tahun, juga kepedulian yang kurang melimpah.

Para pengajar merasa cukup datang ke ruang pendidikan, membaca presentasi power point yang harus diingat peserta didik, dan bahkan tidak menawarkan informasi baru. Ujian semester hanya berkisar hafalan, penggunaan rumus-rumus, dan menulis sebagaimana apa yang dikatakan pengajar. Proses ini serupa mesin 'one dimension man' yang melahirkan manusia-manusia robot, tidak hidup kreatif dan berani menciptakan kebaruan.

Kondisi ini harus dijawab oleh pemerintah dengan tidak hanya membanjiri lembaga pendidikan dengan kurikulum. Namun meningkatkan kualitas metode kepengajaran para pengajar, guru dan dosen.
Saya sendiri berjuang melawan peluh dengan mendirikan Pesantren Seni Rupa dan kaligrafi PSKQ dengan konsep intrepreneurship( kewirausahaan), kemandirian dan mengolah kreatifitas sekaligus menaburi garam estetika dari berbagai olahan media yang ada.

Harapan saya simple, saya ingin kader -kader alumni PSKQ bukan menjadi "sampah" yang terbuang di seonggok keterpurukan karena "nganggur".Target dan tujuannya adalah mereka para alumni bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan membuka lapangan pekerjaan tersebut seluas -luasnya.
Malu dung masak sarjana ko "nganggur". Mustinya Jika saya memiliki perguruan tinggi cabang PSKQ Modern entah kapan itu, maka Sarjana -sarjana lulusan Kampus PSKQ Modern tersebut saya pastikan tidak akan diberikan gelar sarjana jika belum bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sebagai sarat pengganti IPK.

Skripsinya juga bukan membuat semacam tulisan "Copas" mahasiswa -mahasiswa dari kampus lain asal tidak ketahuan. Tapi membuat kumpulan karya yang diberikan standar jaminan kualitasnya kemudian "dibukukan" dibuat semacam buku pengganti Skripsi.

Sarat utama untuk menentukan kelulusan dan memberi gelar akademik yang kita sebut (Mas/Mbak Sarjana) adalah aplikasi ilmunya betul -betul teruji apa tidak. Soal IPK urusan no 59 karena bisa penting atau tidak, toh faktanya IPK tinggi ternyata bukan jaminan seorang Mahasiswa sukses setelah lulus dan menerima mahkota gelar Sarjana.

0 komentar:

Posting Komentar